Sabtu, 04 Juni 2016

Prolog : Gairah Kerja

Pemateri : Ernawatililys


Prolog : Gairah Kerja

Tidak sedikit, para sarjana muda yang baru terjun dalam rimba kerja merasa kaget! Ya kaget. Ternyata banyak hal jauh dari bayangan mereka. Misalnya, mendapat pekerjaan yang tidak sesuai dangan latar belakang akademis,  merasakan situasi kerja yang tidak kondusif, mendapati rekan kerja atau atasan yang tidak menyenangkan alias nyebelin.  Dan segala macam permasalahan kerja lainnya seperti gaji, bonus, waktu kerja dll.

Apa yang kemudian mereka rasakan? Bosan, malas, stress. Yap,  segala emosi negatif menumpuk dalam dada. Akhirnya tingkah atau sikap kerja mereka minus. Merosotnya sikap tersebut membuat karir mereka mentok. Parahnya mereka tak punya pilihan untuk pindah. Mentalitas sudah hancur duluan. Dalam benak mereka, di manapun mereka berada akan menemukan hal yang sama. Atau bisa jadi mereka tak punya skill khusus sebagai modal untuk pindah. Sebab selama ini mereka jarang mengasah skill. Akhirnya dengan terpaksa mereka bertahan agar rupiah yang mungkin tidak seberapa tetap mengalir demi menyambung hidup.

Apa yang terjadi? Mereka menua dengan pekerjaaan yang menyesakkan dada. Sepertiga dari hidupnya dilalui dengan dahi mengkerut. Miris bukan?

Begitukah nasib anda?  Saya harap tidak. Tapi sebagian orang boleh jadi pernah atau masih mengalaminya. Mereka bekerja tanpa gairah. Mereka menua tanpa karya. Hidup mereka stagnan dan begitu-begitu saja.

Bila sudah seperti itu, adakah harapan untuk berubah? Ada. Percayalah selama jantung kita berdetak,  selama itu pula selalu ada kesempatan untuk berbenah atau berubah. Dalam konteks kerja, apapun kondisi sekarang, solusinya, munculkanlah gairah dalam bekerja. Seberat apapun yang dirasa, setidak sukanya dengan pekerjaan, tetaplah bergairah. Kenapa?

Nah, sekarang coba bayangkan bila anda melihat seorang tengah bergairah. Apa yang anda lihat? Tunggu! Bukan gairah yang macam-macam, jadi jangan bayangkan yang bukan-bukan. Hehe.

Maksud saya misalkan anda melihat teman anda bergairah membaca buku. Sehari ia melahap dua sampai tiga buku. Apa yang anda lihat? Betul, boleh jadi anda akan melihat semangat, totalitas, fokus, dan peningkatan-peningkatan dalam apa yang dikerjakan. Bisa jadi pembaca ber"gairah" tersebut lambat laun menulis buku dan bisa anda temukan bukunya di berbagai toko buku. Singkatnya anda kelak akan tercengang melihat perubahan seseorang karena kesungguh-sungguhannya ketika mengerjakan. Istilah saya, mereka bergairah dengan kerjanya.
Nah, Itu yang kita bahas, sebuah gairah positif. Sebuah gairah positif dalam bekerja. Agar apa? Agar hal-hal positif mewarnai kita ketika melakukan kerja-kerja tersebut dan akhirnya melahirkan karya  luar biasa. Hingga kerja kita optimal. Powerfull. Semangat.

Harapannya setelah anda dengan ikhlas bergairah bekerja, pelan-pelan akan merasakan banyak keajaiban! Karir meningkat tanpa perlu menjilat. Kenaikan Gaji tak makan hati. Dan kerja yang bermula tak disuka berganti dengan sendirinya dengan yang lebih cocok. Atau kerjanya sama, rasanya yang berbeda. Sebelumnya tidak suka sekarang sebaliknya.

Lalu bagaimana memunculkan dan melejitkan gairah tersebut? Inilah Fokus utama dalam buku ini. Jadi buku ini  tidak membahas tips mencari kerja atau kerja apa yang cocok dengan kita. Bukan! Fokus buku ini menyasar kata gairah bekerja. Kata gairah perlu ditekankan disini. Kalau perlu dibold atau underline. Sebab menurut saya kata gairah identik dengan semangat yang berapi-api. Hehe.

Tidak hanya itu, buku ini juga akan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berpotensi melemahkan semangat atau menghilangkan gairah. Seperti: Bagaimana bila pekerjaan  bertolak belakang dengan passion? Bagaimana sikap kita mendapati rekan menyebalkan? Bagaimana merubah image yang sudah terlanjur buruk? Bagaimana bila penghasilan tetap kecil tapi belum  bisa resign? Bagaimana supaya karir cepat naik atau kenaikan gaji tidak mengecewakan? Bagaimana menkadi sosok yang benar-benar dibutuhkan perusahaan sampai tiba niat untuk resign perusahaan justru menahan anda dengan tawaran gaji meningkat ?
Nah sudah tidak sabaran? Silahkan simak isi buku ini pelan-pelan. Hehe

Bab 1 : Kisah Mr A

Sebut saja namanya A. Ia adalah seorang penerima beasiswa (lolos seleksi PT multinasional) dan sarjana muda. Saat-saat sebelum menjalani kerja (sesuai kontrak kerja dengan pemberi beasiswa) ,  dalam angan-angannya, untuk sekelas sarjana dengan IP lumayan, ia akan meraih posisi minimal atasan yang punya anak buah. Ya, Minimal! Ternyata tidak! sebaliknya pekerjaan yang ia dapat nyatanya jauh dari bayangan, justru pekerjaan tersebut lebih cocok untuk lulusan SMK. Kondisi itu membuatnya merasa malu dan kecewa.

Perasaan kecewa itu  memengaruhi pekerjaaannya dan sikapnya dalam bekerja. Ia sebetulnya punya tanggung jawab, tapi kerap kali banyak melakukan kesalahan dan tidak fokus. Di samping itu ia tidak cekatan, sering lupa untuk pekerjaan teknis, selalu paling terakhir menyelesaikan beberapa pekerjaan, sering terlambat, ceroboh, waktu luang tidak mau dipakai belajar atau mengasah skill, ketika malam sering tertidur dan para atasan dari low hingga middle management sering mendapatinya memain hp di waktu bekerja. Dalam waktu singkat image yang terbentuk buruk dipikiran banyak orang. Terlebih kesehatannya menurun karenanya surat dokternya banyak, hal yang tidak disukai kebanyakan perusahaan terhadap karyawannya.

Suatu waktu ia dipindah, alasanya shift lain menbutuhkan orang. Tapi konon beredar kabar  itu hanya alasan untuk atasannya yang tidak suka padanya. Maka ia pun pindah shift. Beberapa lama setelah pindah shift, 3 teman seangkatannya  mendapat promosi. Ia dan kawannya sama sama menerima beasiswa dan menjalani kontrak kerja, tapi kawannya melesat lebih dulu. Karirnya meningkat lebih cepat. Bahkan mereka menjadi atasannya di lapangan.  Saat itu ia merasa payah. Hatinya hancur. Ia merasa terpuruk dan seolah menjadi pecundang.

Kira-kira bagaimna nasib A berikutnya?  Apakah pekerjannya tambah buruk?

Ternyata TIDAK. Ada hikmah yang baru ia sadari jauh-jauh hari setelah kepindahannnya. Dalam kurang dari dua tahun, mister A berhasil merubah imagenya 180 derajat. Ya! Ia benar-benar berubah! Ia tak pernah tidur ketika shift malam, mengurangi memegang HP,  meningkatkan pengetahuaanya terhadap apa yang ia kerjakan. Lebih fokus, lebih cekatan! Bahkan tidak ada celah sedikipun orang lain untuk mengkritiknya. Atasannya dari low hingga middle memberi nilai A berbanding terbalik dengan nilainya dulu.  Gajinya meningkat tinggi dibanding teman-temannya. Secara absensi ia masih kurang bagus, tapi peformanya mengungguli mereka yang absensinya bagus. Terbukti peningkatan gajinya sama dengan mereka yang absesensinya sempurna. Bagaimana rahasianya?




Sabtu, 28 Mei 2016

Sepuluh Ide Menulis

Kelas kedua KMO diajari teknik mencari ide. Nah, diakhir kelas kami diminta membuat minimal 10 ide menulis, berikut ide ide saya
1. Kerja
2. Mengasuuh Anak bagi lelaki
3. Membaca
4. Browsing
5. Berkendara motor
6. Menulis novel
7. Shalat
8. Mengunjungi perpustakaan
9. Makan
10. Menulis FF

Nah, itu dia 10 pekerjaan yang terlintas dibenak saya. Sebenarnya sih, ga usah mikir, harus langsung tulis. Tapi mungkin karena banyak ngisi waktu ga jelas saya jadi bingung nulis apa. Sempat loading. Hehe...

Moga-moga telur2 ide di atas menetaskan tulisan bermanfaat. Aminn

Selasa, 24 Mei 2016

Kenapa Saya Menulis?

Kenapa Saya Menulis??

Mulanya, awal-awal keinginan menulis muncul, karena saya terkesima dengan beberapa buku yang saya baca. Khususnya fiksi dan buku motivasi. Lalu, muncul gairah untuk ikut menulis juga. Pikir saya, saya juga bisa menulis, dan mungkin akan terlihat keren kalau sudah punya buku sendiri. Hehe

Seiring pembelajaran yang maju mundur sesuai waktu luang dan mood, sambil mengatasi kesulitan-kesulitan yang menghadang(hehe lebay), pelan-pelan niat saya berubah.

Peubahan niat ini terjadi dalam proses belajar menulis. Dulu awal-awal belajar(sekarang pun masih belajar) kalimat saya selalu dibumbui istilah-istilah yang tidak umum dan terkesan berbobot. Kalimat pun dibuat semenarik mungkin bahkan sedikit dipuitiskan. Itu semua agar terkesan keren. Sayangnya ketika dibaca dahi malah mengkerut. Tulisan justru tidak enak dibaca. Fiksi juga demikian, awal-awalnya, semua kalimat seolah puitis dan memakai diksi yang tak umum. Hasilnya sama, nggak nyaman dibaca. Sampai saya paham, orang-orang mengkerut bahkan malas melanjutkan membaca mungkin karena merasa tidak jelas, ini toh mau nulis apa? Mau ngasih pesan apa?

Jadi saya menyadari menulis itu menyampaikan pesan. Maka saya harus menyerderhanakan penyampaian.

Tidak perlu rumit-rumit. Pembaca harus bisa mencerna tulisan saya tanpa mengkerut dan tidak bosan. Lebih bagus kalau pembaca sampai tidak beranjak hingga selesai membaca. Demi apa? Demi pesannya sampai. Sebab saya baru menyadari tulisan-tulisan yang bagus menurut saya waktu itu, adalah mudah dicerna dan pesannya  dapat, meski materinya tidak sederhaha.

Nah, namanya semangat ada naik-turunnya, kalau saya sering turunnya, hehe, di masa itu, tentu saya tidak menulis, yang saya lakukan adalah membaca.  Semalas-malasnya membaca minimal membaca postingan-postingan orang yang bertebaran di FB.

Di sinilah saya baru menyadari hal yang lebih penting berkenaan tentang urgensi menulis. Hal serius dan amat serius mengapa saya harus menulis.

Saya membaca banyak tulisan yang  bagus, berbobot, penyampaian sederhana, enak dibaca, pesan yamg kuat tapi sayang, menjerumuskan. Sekali lagi menjerumuskan!!

Misalkan, bagaimana sebuah artikel seseorang dengan pendidikan tinggi (S2, S3) pada akhirnya menuntun mendukung miras, LGBT, membela pemimpin yang sudah terbukti tidak kompeten, menjatuhkan orang orang baik, juga ada pula penulis yang lihai menggiring kita meragukan kembali isi kitab suci, sejarah2 nabi, dan menolak ajaran2 suci!!

Hebatnya, tulisan mereka begitu samar tanpa memperlihatkan kebencian. Bahkan  pembaca tulisan itu yang notabene sudah memiliki keyakinan yang mendarah daging bisa bertanya-tanya lagi tentang keyakinanya. Tidak sedikit teman yang saya minta baca mengangguk-nggauk. Lalu berujar, "benar juga ya? Jangan-jangan cerita itu cuman dongeng? "Wah isi kitab suci sudah tidak telawan ya!"

Saya menelan ludah, merasa miris. Disaat bersaman juga merasa marah. Marah karena detik itu saya tak punya sedikit pengetahuan pun untuk membahtah. Saya merasa kecil dan bodoh. Untuk membela yang kita yakini bertahun-tahun saja saya tidak mampu.

Tidak sedikit Tulisan2 itu dilike ribuan dan dishare ratusan orang. Miris bukan??! Bayangkan bagaimana bila itu dibaca banyak orang yang sebelumnya sedikit punya keyakinan. Yang banyak saja bisa ragu. Di titik itu saya menyayangkan dua kelemahan, pertama sedikit pengtahuan(jarang baca) dan  tidak punya kemampuan menulis.

Tidak hanya itu, coba rasakan bagaimana kondisi negara sekarang? Untuk warga sipil biasa apa yang bisa kita lakukan untuk mengkritisi pemerintah? Demo saya kira tidak efektf malah mempersulit diri terlebih media maenstrem seolah tidak merestui perjuangan jalan. Mereka kehilangan objektifitas dalam jurnalisme. Lalu apakah saya diam? Tidak. Sekarang era digital, tulisanlah senjata ampuh.

Apa yang disampaikan kang Tendi pada kelas pertama menegaskan kembali keyakinan saya bahwa saya harus punya niat yang agung, lebih dari sekadar uang dan popularitas. Menulis bagi saya adalah cara saya melakukan perubahan. Melawan kesesatan yang merajalela merajai pikiran sekarang ini.

Menulis untuk menebarkan pesan positif, mengubah banyak orang menjadi lebih baik, melawan pesan sesat dan membahayakan. Pada akhirnya menulis fiksi atau non fiksi harus ada sedikitnya pesan baik untuk perubahan. Sekalipun membuat seseorang yang mulanya malas mandi jadi rajin. Biasa atau malas menyambut ramdhan jadi gembira, dll. Kalau belum mumpuni dengan hal-hal besar paling tidak kita dapat melakukan hal-hal kecil atau perubahan-perubahan kecil.
So, saya belajar menulis untuk perubahan!

Robi Suganda

Minggu, 22 Mei 2016

Momen Perubahan

Ada apa dengan Ramadhan?

Rasa-rasanya urusan "Ada apa dengan cinta?" udah kelar ya. Sekitar satu juta penduduk indonesia kira2 sudah memenuhi rasa penasarannya bagaimana kabar cinta ketika ditinggal selama 14 tahun, hehe

Nah, Sekarang yang lebih penting mari kita bertanya, Ada apa dengan Ramadhan? Inget lho, kedatangan Ramadhan tinggal menghitung hari.  Kalo yang terbayang cuman bubar bareng temen, bakal puasa seharian, susah payah bangun sahur, trawih, ongkos mudik, ongkos baju baru, nyiapin dana thr keluarga dll. Hemm... hati-hati takutnya bulan ini malah berlalu tanpa meninggalkan bekas positif sama sekali buat kita. 

   Sekali lagi berhati-hatilah, apalagi saat kita merasa biasa saja meyambut ramadhan. Bahkan ketika mendengar nama bulan agung itu, hati kita sedikitpun tidak berdesir. Seolah bulan itu sama seperti bulan lainya, celakanya, lebih berbahaya lagi malah merasa terbebani dengan datangnya bulan ini.

Bila itu terjadi, mungkin kita kurang mengenal dengan bulan suci itu. Ada apa sih dengan Ramadhan?

Sebelumnya, Ramadhan adalah bulan yang istimewa dibanding bulan lain.

Di bulan ini diturunkannya Kitab suci Al-Qur'an  dan kitab-kutab suci lainnya seperti suhuf ibrahim, Zabur, Taurat, Injil. Seolah menjelaskan awal perubahan peradaban manusia berangkat dari bulan ini.

 Di bulan ini tersedia sejumlah amal ibadah yang tidak ada di bulan lain.

Seperti berpuasa sebulan penuh, membayar Zakat fitrah, melakukan shalat malam berjamaah, Melakukan itikaf 10 hari terakhir.

Di bulan ini terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan.

Dalam buku tarhib dan amaliyah Ramadhan karya Muhammad Ridwan Yahya, bulan ini memiliki beberapa buah sebutan yang sekaligus menjadi hakikat ramadhan.

Seperti  :
Syahrut-Tarbiyah Wat-Ta'alim
#Ramadhan  mendidik kita sabar, disiplin, jujur dan peduli sosial.
Syahrul -Ibadah
#Di bukan ini ibadah kita cenderung meningkat.
Syahrul Qur'an
#Bulan diturunkannya AlQur'an
Syahrul Da'wah
#Di bulan ini Kegiatan dakwah cenderung meningkat
Syahrul Jama'ah Wal-Ukhuwah
# Di bulan ini banyak aktivitas yang menumbuhkan kembali ukhuwah islamiyah karena seringnya tatap muka. Dll
Syahrul Taubah
#Bulan ini momentum paling tepat bertaubat
Syahruz zakah Wal Infaq
#Khususnya melakukan zakat fitrah, Amalan yang hanya ada dalam Ramadhan.

Ada banyak hadiah, bonus, keistemewaan atau keutamaan yang disediakan di bulan ini.

Di bulan ini, setiap amalan di balas dengan pahala melimpah. Setiap doa besar kemungkinan atau berpeluang besar dikabulkan.

"Apabila Ramadhan tiba, maka pintu-pintu surga dibuka, Neraka ditutup dan syetan-syetan dibelenggu." (HR. Bukhari dan Muslim)

Berkenaan dengan hadis diatas, kata Syaikh Shaleh Al-Utsaimin, makna dari :
*Pintu surga di buka adalah banyak amal shaleh di dalamnya." "Bahwa peluang mendapat surga dibulan ini semakin terbuka"

*Neraka di tutup adalah karena sedikitnya kemaksiatan yang silakukan orang beriman dibulan ini." "Bahwa peluang membebaskan diri dari neraka sangat besar di bulan ini."

*Syetan dibelenggu
(Penjelasan hadis diambil dari buku tarhib dan amaliyah Ramadhan)

Melihat bonus, hadiah, keutaman atau keistemewaan yang begitu banyaknya,  sudah sepantasnya kita bergembira menyambut bulan ini.

Sama halnya seperti yang dicontohkan Rasullulah ketika menyambut rmadhan, beliau akan mengabarkan kepada para sahabatnya dengan ungkapam kabar gembira ;

"Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan. Bulan yang penuh berkah. Pada bulan ini Alloh SWT menurunkan rahmat-Nya, menghapuskan dosa dan mengabulkan do'a. Dia menyaksikan perlombaan kalian pada bulan ini dan membanggakan kalian di hadapan para malaikat-Nya. Oleh karena itu perlihatkanlah kepada Alloh kebaikan pada diri kalian, karena sesungguhnya orang yang celaka itu ialah orang yang tidak mendapatkan rahmat di bulan ini."

Nah, bila rasa gembira atau rindu akan hadirnya bulan agung ini sudah muncul, Berdoalah! Agar kamu berkesempatan bertemu bulan yang datang setahun sekali ini. Ngga seperti cinta yang demi rangga harus nunggu 14 tahun(hehe). Ingat juga, tidak semua orang diberi kesempatan berjumpa Ramadhan, tak jarang detik-detik menjelang ramadhan atau jauh-jauh hari sebelumnya sanak saudara, teman atau tetangga kita sudah dipanggil duluan ke hadapanNya.
  
"Ya Alloh berkahi kami di bulan Rajab dan Sya'ban, dan sampaikan kami ke bulan ramadhan."

Jangan lupa lakukan persiapan fisik, hati dan ilmu. Agar satu bulan nanti betul-betul bisa dioptimalkan. Kita bukan tergolong orang yang menyia-nyiakan banyak bonus yang melimpah di depan mata.

Rasulullah pun melakukan persiapan.   Pada bulan syaban Rasululah melakukan puasa sunnah lebih banyak dibanding bulan yang lain.

Terakhir, ingat  Ramadhan itu momen latihan dan perubahan. Jadi ukuran keberhasilannya bukan ketika kamu berhasil melakukan banyak hal di bulan ini saja. Tapi 11 bulan berikutnya. Moga kelak sedikit banyak bekas bekas Ramadhan membekas hingga sebelas bulan berikutnya. Membuat kita menjadi benar benar pribadi takwa. Amin..

Rabu, 18 November 2015

Jeruji Kaca

Saya membenci bosan sama seperti membenci malas. Saat merasakan bosan seolah jiwa saya terseret dalam sebuah penjara kaca. Mendekam di sana. Hanya mampu bercermin dan itulah jenis siksaannya. Setiap saat hanya melihat wajahmu, tangan, kaki atau tubuhmu. Berhari-hari dari membuka mata dan memejamkannya lagi, mau tidak mau hal minimal yang dilakukan yaitu melihat bayanganmu dalam cermin. Bosan, bukan? Membayangkannya saja sudah mengerikan.

Maka apa yang di harapkan saat itu? Aku mengharapkan dapat memecahkan kaca tetsebut. Atau seseotang dari luar tiba-tiba menggantamkan palu. Kaca retak. Dan beberapa detik kemudia pecah lantas aku keluar. Bebas.

Bosan ialah tentang rutinitas dan ketidakbetdayaan. Sekat-sekat kaca tak terlihat sering tidak disadari membatasi. Kebosanan itu merenggut kebahagiaan.

Maka lakukan sesuatu, untuk menghancurkan penghalang itu. Lakukan dobrakan. Lakukan hal yang dulu tidak berani kamu lakukan. Atau yang sempat tertunda. Atau kamu lakukan setengah-setengah. Bisa jadi justru itulah senjatamu (baca :passion)selama ini yang selama ini tanpa sadar kamu cari untuk menghancurka jeruji sel mu.

Atau bila kamu tidak bisa melakukannya sendiri, saat ini. Carilah seseorang yang bisa melakukannya untukmu. Menepuk baahumu. Menyemangatimu. Menarikmu keluar dari zina nyaman. Mengenalkanmu dmbagaimana indahnya dunia ktika kau berhasil menjalaninya dengan sempurna. Carilah seseorang dengN pengalaman menghancirkan kaca tersebut. Karena dialah yang paling bisa menghancurkan kacamu.

Sabtu, 26 September 2015

Kucing Sialan!


Prompt #89 : Kucing Sialan!


Istriku sedang ada tugas ke daerah lagi dan aku akan kesepian lagi sebulan ke depan. Malang bagiku jadi lelaki rumah tangga. Sialnya, aku ini lelaki yang gampang tergoda jika tidak ada kegiatan sepanjang hari. Biasanya aku mengunjungi Marni. Mantan lama yang tidak jarang juga ditinggal suaminya ke luar kota.  Tapi kini tampaknya mustahil. Apalagi sejak pertama kali rahasiaku bocor, entah bagaimana, Istriku tahu perselingkuhanku. Barangkali gosip Ibu-Ibu komplek mengingat jarak bertemu begitu dekat. Maka ia mulai mengawasiku.

Namun, pernah sekali waktu aku nekat. Melihat kondisi aman. Mungkin ia terburu-buru hingga lupa.  Seperti biasa setelah buat janji, sepeninggal istriku, esoknya aku ke rumah Marni. Membayar rindu. Perumahannya di sebrang perumahanku. Sialnya belum beberapa langkah kaki meninggalkan rumah. HP-ku berbunyi. SMS masuk.

"Kan sudah kubilang, urus rumah! Jangan coba-coba lagi bertemu mantanmu itu!"

Buluk kudukku berdiri. Kukira dia lupa. Ternyata disembunyikannya. Ampun. Dari situ pengawasanya bertambah, selain pintu depan (satu-satunya akses keluar masuk rumah) selalu dalam jarak pandang, suaraku harus terdengar. Kalau-kalau aku tengah di dapur atau di kamar mandi atau di tempat di luar jangkauan pandangnya.

Kejemuan melanda. Mencuci piring. Mengepel. Menyetrika. Semua kulakukan sambil bersiul. Oh...  malangnya menjadi bapak rumah tangga. Benar-benar bosan. Aku harus mencari akal.

Tiba-tiba jendela pintu dapur yang terpasang permanen mencuri perhatianku. Kunyalakan keran air  untuk menutupi suara kaca yang akan kupecahkan. Berhasil. Kenapa tidak terpikirkan dari dulu?

Sekarang aku menghirup udara bebas. Di jalan aku tetap bersiul. Kali ini langkahku lebih ringan ke rumah Marni.

Tiba-tiba telepon berdering. Aku terperanjat. Dari istriku? Bagaimana bisa?
"Kamu berani ketemu Marni lagi, Ya?"
Aku tergugu.

"Ga bisa ngomong, ya? Itu kucing dari dapur sedang bawa mulutmu, kamu kira aku terkecoh dengan siulanmu, ya?! Pulang!!"

Ampun. Kucing sialan. Sepertinya sebelah mata yang ditinggalkan istriku di ruang tamu melihat kucing entah dari mana membawa mulutku dari dapur. Sial!


#Ikut Meramaikan
#mudahan ngerti



Jumat, 18 September 2015

Gadis Penguyah Hujan


Oleh Robi Suganda


Sumber Gambar : riskandani93.wordpress.com

Apa yang ada dalam benaknya ? 

Setiap kali hujan menyapa bumi, 

di halaman komplek ruko, 

kudapati seorang gadis tanpa malu sedikit pun 

selalu melakukan hal aneh.

Bermula ketika hari kedua setibaku di ruko milik paman. Ayah memaksaku menemani paman saat libur kuliah. Ketika hujan turun, saat hendak menutup jendela lantai atas, Aku terperangah. Tampak seorang gadis, memejamkan mata sambil membuka tangannya lebar-lebar, kepalanya menengadah ke langit. Seolah menyambut rinai-rinai hujan yang membasahi sekujur tubuhnya. Ia tersenyum lantas setengah berlari mengitari halaman. Ia seperti kegirangan menyambut hujan.

"Gadis bodoh, paling habis ditembak lelaki, " lirihku lantas menutup jendela.

Saat makan malam, kutanyakan ikhwal gadis itu. Paman menggeleng, lalu tiba-tiba berujar,

"Setahu paman, kekasihnya pernah kecelakaan dekat sini." Kutangkap raut aneh dari wajahnya. Aku terpekur, gadis yang malang, batinku. 

Tidak hanya sekali, esok, lusa bahkan dalam seminggu tiap kali hujan turun, ia melakukan hal yang sama. Ini jelas bukan tentang cinta. Dan entah mengapa perlahan aku jadi menikmati tingkahnya. Hingga tiap datangnya hujan, sesuatu dalam hati mendorongku untuk mengintipnya lewat jendela.

***

Malam ini langit cerah. kulihat ia tengah duduk seolah menanti kedatangan hujan. Setelah mengumpulkan keberanian, didesak oleh rasa ingin tahu yang tak tertahankan, kucoba menghampirinya.

"Hujan itu kenangan, aku hanya menikmatinya," Ungkapnya menjawab rasa ingin tahuku. Ia menjawab santai sambil menggoyang-goyangkaan kakinya.

"Karena itu kamu selalu menari-nari kala hujan tiba?" Ia bergeming, tersenyum memandangi langit. Lalu tanpa melihatku, ia membalas,

"Mungkin, Kak. suatu saat bergeraklah bersamaku di bawah rinai-rinai hujan ini. Kakak akan mengerti," gadis itu lantas menatapku, seolah ia berseru dengan nada menantang, Berani?

"Ogah!" aku melengos.

***

Hujan tiba. Angin melalui celah jendela membisikiku, lantas seperti biasa segera diam-diam kuintip gadis itu melalui jendela. Hujan mereda, tapi tetap tak nampak batang hidungnya. Begitupun esok dan lusa. Berasa kehilangan. Kecemasan menggelayutiku. Kuminta alamatnya pada paman. Ia terdiam dan menyodorkan selembar kertas berisi alamat. Aku mengetuk pintu rumahnya, yang ternyata tidak jauh.

"Fais? Silahkan masuk." Pria setengah baya itu langsung menuntunku kekamar. Dahiku berkerut. Ada yang mengganjal. Kudapati gadis itu terbaring lemah dengan selimut menyelimuti hampir seluruh tubuh selain kepala.

"Ternyata kamu sakit."

"Akibat hujan sepertinya."

"Siapa suruh bermain hujan."

"Kamu."

"Maksudmu?"

Ia diam lalu menunjuk sebuah foto yang bertengger di dinding belakangku. Aku terkejut. Tampak gambar kami berdua. Hah. Bagaimana bisa. Beribu tanda tanya hinggap di kepala. Seolah membaca raut penuh tanya, Ia berkata,

"Kamu hilang ingatan Fais, karena kecelakaan setahun lalu." Langit-langit terasa runtuh. Pikiranku kacau. Perasaan campur aduk. Mendadak aku pamit tanpa berkata apapun.

Itulah mengapa tadi ayahnya tahu namaku, padahal tak pernah sekalipun kuberitahu gadis itu?Kecelakaan itukah yang dimaksud paman dulu? Apakah ia menari demi membuka kembali kenangan? Inikah mengapa ayah memaksaku kesini? Pertanyaan demi pertanyaan menghujani kepalaku. Menyesakkan dada. Aku berlari entah karena apa. Semuanya tampak kabur. Benarkah semua ini?

Hujan menyapa. Mendadak aku berhenti. Membiarkan bulir-bulirnya menyentuh pori-pori kulitku. Mataku terpejam. Menikmati. Lantas perlahan pikiranku melayang. Tampak diriku dan gadis itu berlari-lari di bawah hujan. Begitu riang. Si gadis tertawa lebar. Satu demi satu kenangan itu hadir. Apakah gadis penyuka hujan itu adalah kekasihku?

-End-